Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah sebuah partai politik di Indonesia berposisi kiri-tengah. Sejak tahun 2014, partai ini telah menjadi partai penguasa dan terbesar di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan 128 kursi. Partai ini saat ini dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, yang menjabat sebagai Presiden Indonesia dari tahun 2001 hingga 2004. Partai ini bagian dari mantan Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo.
Asal-usul PDI-P dapat ditelusuri kembali ke masa-masa ketika Megawati dipaksa keluar dari kepemimpinan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) oleh pemerintah Orde Baru do bawah kepemimpinan Soeharto pada tahun 1996. Setelah pengunduran diri Soeharto dan pencabutan pembatasan terhadap partai politik, Megawati mendirikan partai ini. PDI-P memenangkan mayoritas suara dalam pemilihan legislatih 1999, dan Megawati menjadi presiden pada bulan Juli 2001, menggantikan Abdurrahman Wahid. Setelah masa jabatannya berakhir, PDI-P menjadi oposisi pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. PDI-P kembali berkuasa setelah pemilihan legislatif 2014.
Sejarah PDI-P
Pada Kongres Nasional 1993, Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia, salah satu dari tiga partai politik yang diakui oleh pemerintahan “Orde Baru” Presiden Soeharto. Hasil ini tidak diakui oleh pemerintah, yang terus mendorong Budi Harjono, calon ketua umum yang dipilihnya, untuk dipilih. Kongres Khusus diadakan di mana pemerintah mengharapkan Harjono terpilih, tetapi Megawati sekali lagi muncul sebagai pemimpin terpilih. Posisinya semakin terkonsolidasi ketika Majelis Nasional PDI meratifikasi hasil kongres.
Pada bulan Juni 1996, Kongres Nasional kembali diadakan di Kota Medan, di mana Megawati tidak diundang, anggota anti-Megawati hadir. Dengan dukungan pemerintah, Suryadi, mantan ketua umum, terpilih kembali menjadi Ketua Umum PDI. Megawati menolak mengakui hasil kongres ini dan terus memandang dirinya sebagai pmimpin sah PDI.
Pada 27 Juli 1996, Suryadi mengancam akan mengambil kembali markas PDI di Jakarta. Para pendukung Suryadi (kabarnya dengan dukungan pemerintah) menyerang Markas Besar PDI dan menghadapi perlawanan dari pendukung Megawati yang di tempatkan di sana sejak Kongres Nasional di Medan. Dalam bentrokan berikutnya, pendukung Megawati berhasil bertahan di markas. Kerusuhan pun terjadi pada tahap yang dianggap terburuk yang pernah dilihat Jakarta pada masa “Orde Baru” yang disusul dengan tindakan keras pemerintah. Pemerintah kemudian menuding kerusuhan itu terjadi pada Partai Rakyat Demokratik (PRD). Meski digulingkan sebagai ketua oleh Suryadi dan pemerintah, acara tersebut sangat mengangkat profil Megawati, memberikan simpati dan popularitas nasional.
PDI kini terpecah menjadi dua fraksi, Megawati dan Suryadi. Fraksi Megawati ingin berpartisipasi dalam pemilihan legislatif 1997, tetapi pemerintah hanya mengakui fraksi Suryadi sebagai partai yang sah. Dalam pemilu, Megawati dan pendukungnya memberikan dukungan kepada Partai Persatuan Pembangunan dan PDI hanya meraih 3% suara. Menyusul pengunduran diri Soeharto dan pencabutan batasan “Orde Baru” pada partai politik nasional, Megawati mendeklarasikan pembentukan PDIP, menambahkan sufiks “perjuangan” untuk membedakan fraksi partainya dari fraksi yang didukung pemerintah. Dia terpilih sebagai ketua umum PDIP dan dinominasikan sebagai wakil presiden pada tahun 1999.
PDI-P menjadi partai pemenang dengan perolehan suara terbesar dalam pemilu 1999. Namun, dalam pemilihan presiden di MPR, Megawati gagal menjadi presiden dan hanya menduduki posisi Wakil Presiden mendampingi Abdurrahman Wahid. Pada Pemilu 2004 PDI-P mengalami penurunan suara, dan Megawati kalah dalam pemilihan presiden melawan Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada pemilu 2009 PDI-P kembali mengalami penurunan suara dan tetap berada di luar pemerintahan. Pada pemilu 2014 PDI-P berhasil mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden dan memenangkan pemilu, menandai kembalinya PDI-P ke pemerintahan. Pada Pemilu 2019 PDI-P kembali memenangkan pemilu dengan mengusung Jokowi untuk periode kedua.
Ideologi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
Undang-Undang Partai Politik Tahun 2008 menyatakan bahwa partai politik diperbolehkan mencantumkan ciri-ciri tertentu yang mencerminkan aspirasi politiknya, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sesuai Pasal 5 Ayat 1 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), PDI-P menganut Pancasila. Megawati secara khusus mengklarifikasi bahwa Pancasila yang dimaksud adalah versi 1 Juni 1945. Pada bulan September 2023, Sekretaris Jenderal partai Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa PDI-P adalah partai kiri yang progresif, bukan partai komunis atau sosialis. Pandangan orang luar mengenai orientasi politik partai bervariasi. Akademikus dan pengamat dalam negeri mengklasifikasikan PDI-P sebagai partai nasionalis dan sekuler, namun para akademisi internasional memandang PDI-P sebagai partai nasionalis-sekuler, liberal sosial atau populis. Selain itu, di dalam PDI-P ada faksi penganut Marhaenisme, yakni pemahaman sosial dari Soekarno. Kecenderungan politiknya digambarkan sebagai kiri-tengah atau sentris.
Anggota Dewan Partai PDI-P

TAPIS DABBAL SIAHAAN
KERAJAAN, SUMATERA UTARA
03 AGUSTUS 1984
KRISTEN
BATAM – 5 ( BATU AJI )

DANDIS RAJAGUGUK, ST.
.
DIPARMAJAWA, SUMATERA UTARA
12 DESEMBER 1972
KRISTEN
BATAM – 4 ( SAGULUNG )

JAMSON SILABAN, SH.
SITONGGI-TONGGI, SUMATERA UTARA
25 JULI 1968
KHATOLIK
BATAM – 4 ( SAGULUNG )

MANGIHUT RAJAGUGUK, SE., MM.
JETUN LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA
12 MEI 1977
KRISTEN
BATAM – 1 ( BATAM KOTA – LUBUK BAJA )

JIMMI SIMATUPANG, ST.
PEALINTA, SUMATERA UTARA
16 OKTOBER 1982
KRISTEN
BATAM – 3 ( NONGSA, SEI BEDUK, BULANG DAN GALANG )

GABRIEL SHAFTO ARA ANGGITO SIANTURI B.COM, S.H
JAKARTA
23 APRIL 1993
KRISTEN PROTESTAN
BATAM – 2 ( BATU AMPAR – BENGKONG )

BUDI MARDYANTO, S.E., M.M.
SURAKARTA, JAWA TENGAH
07 MEI 1969
KRISTEN
BATAM – 6 ( SEKUPANG – BELAKANG PADANG )